Triberita.com | Serang Banten – Terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Provinsi Banten, beras oplosan yang tidak layak untuk di konsumsi dan membahayakan tubuh manusia, dijual ke tiga lembaga pemasyarakatan (lapas) di wilayah Banten dan Bogor, Jawa Barat.
Dilansir dari laman resmi PN Serang dengan nomor perkara 242/Pid.Sus/2024/PN SRG perkara pengoplosan beras ini bermula pada Februari 2024, terdakwa Sukanta membeli beras dari gudang Bulog di Cikande Kabupaten Serang, Provinsi Banten, dengan harga Rp8 ribu per kilogramnya.
Beras tersebut kemudian dibawa ke gudang penggilingan padi miliknya di Kampung Mendaya Karang Kobong, Desa Mandaya, Kecamatan Carenang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Di sana, beras bulog yang dibeli oleh terdakwa, kemudian di repacking atau diubah kemasan dengan karung polos ukuran 25 kg dan karung 50 kg, dengan bermerk Ramos dan Walet.
Untuk pengemasan ulang itu, terdakwa memerintahkan adik iparnya Kusnaedi dan buruh yang bekerja di gudang.
“Terdakwa menyuruh anak buah terdakwa sekaligus adik ipar terdakwa, yakni Kusnaedi. Kemudian, Kusnaedi menyuruh kuli harian yang bekerja di gudang milik terdakwa,” kata JPU Fitriah, dikutip dari laman resmi PN Serang, pada Selasa tanggal 13 Agustus 2024.
Selain mengemas beras bulog ke karung beras merek Ramos dan Walet, terdakwa juga mengolah kembali beras yang tidak layak konsumsi, berupa beras yang berjamur dan berkerak dalam kemasan 10 kg. Beras tak layak konsumsi itu, dibeli dari gudang Bulog dengan harga Rp5 ribu.
“Beras yang berjamur dan berkerak dalam kemasan 10 kg, dan beras hasil sapuan (beras kotor bercampur debu) tersebut, disortir dan diambil kerak yang terlihat di dalam karung. Terdakwa melakukan penyortiran manual, yakni memisahkan gumpalan beras yang berjamur dan berkerak dengan menggunakan alat berupa sekop,” katanya.
Selanjutnya beras hasil sortiran dimasukkan kembali ke dalam mesin polleser untuk membersihkan debu dan jamur yang berada di beras tersebut, dan ditambahkan vanili serbuk yang telah dicampur agar beras tidak berbau.
“Beras hasil sortir tersebut dicampur dengan beras bulog ukuran 50 kg, dan dikemas ulang dengan menggunakan karung polos ukuran 25 Kg merk Ramos dan Walet ukuran 50 Kg, agar terlihat dalam kemasan baru,” ungkapnya.
Setelah dikemas dalam karung bermerek, beras tak layak konsumsi itu dijual ke Lapas Khusus Gunung Sindur, Lapas Cilegon dan Lapas Kota Tangerang.
“Beras yang tidak layak konsumsi, berjamur, berkerak, serta beras hasil sapuan yang sudah kotor bercampur debu dan sudah diganti kemasan dijual ke Lapas Gunung Sindur, Lembaga Pemasyarakatan Cilegon dan Lembaga Pemasyarakatan Kota Tangerang,” ungkap Fitriah.
Atas perbuatannya itu, Terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia telah divonis satu tahun penjara oleh majelis hakim PN Serang. Vonis itu kemudian bertambah menjadi 2 tahun dan 6 bulan setelah JPU mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banten.
Kasi Pidum Kejari Serang, Purkon Rohiyat saat dikonfirmasi, mengaku belum mengetahui perkara tersebut. Ia akan menanyakannya terlebih dahulu kepada JPU Fitriah.
“Saya akan tanya ke JPU-nya, tadi saya telp yang bersangkutan masih sidang. Nanti saya kabari,” ujarnya.