Triberita.com, Serang Banten – Pelaksanaan Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Medan, Sumatera Utara, Mabes Polri bersama Dewan Pers, menggelar sosialisasi peran kerjasama dalam rangka perlindungan kemerdekaan pers pada momentum Hari Pers Nasional (HPN) 2023, pada Selasa (7/2/2023).
Kadivhumas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mewakili Kapolri, dalam sambutan yang dibacakan, mengatakan Polri mendukung perlindungan kemerdekaan pers.
Sementara Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyebutkan, kerjasama antara Polri dengan Dewan Pers tentang perlindungan kemerdekaan pers, karena seringkali muncul fenomena penyalahgunaan profesi wartawan, terlebih memasuki tahun politik.
“Dengan adanya sosialisasi tentang perlindungan kemerdekaan pers, dapat meningkatkan pengawasan tentang publikasi konten dan penyiaran berita,”katanya.
Pada kesempatan itu, Akademisi yang juga mantan Ketua Dewan Pers, Prof Bagus Manan menambahkan, bahwa kemerdekaan pers merupakan ukuran peredaran suatu bangsa. Dimana pada semangat reformasi 1998 merebut kembali kebebasan.
“Ada 12 pendekatan etik memperkuat Good Governance yakni tidam mementingkan diri sendiri, integritas, objektif, tanggung jawab, terbuka, kejujuran, kepemimpinan baik, dedikasi, terpercaya, taat hukum, cara-cara baik, dan dasar kebajikan,”bebernya.
“Namun dari semua itu, yang harus dimiliki adalah etika menjadi sesuatu yang terdepan, dan merupakan standar kebaikan di ruang publik,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu merupakan Ketua Dewan Pers perempuan pertama di Indonesia sejak Undang-Undang Nomor 40 tentang Pers 1999 disahkan.
Ninik Rahayu dipilih menjadi Ketua Dewan Pers melalui rapat pleno Anggota Dewan Pers yang diselenggarakan secara luring maupun daring di Jakarta pada Jumat (13/1/2023) lalu.
Ninik Rahayu menjabat sebagai Ketua Dewan Pers meneruskan sisa periode 2022-2025 yang sebelumnya ada kekosongan pimpinan karena Prof. Azyumardi Azra, Ketua Dewan Pers sebelumnya telah meninggal dunia pada 18 September 2022 lalu.
“Dengan adanya sosialisasi tentang perlindungan kemerdekaan pers dapat meningkatkan pengawasan tentang publikasi konten dan penyiaran berita,” sebutnya.
Pada kesempatan itu, Akademisi yang juga mantan Ketua Dewan Pers, Prof Bagus Manan, menambahkan kemerdekaan pers merupakan ukuran peredaran suatu bangsa. Dimana pada semangat reformasi 1998 merebut kembali kebebasan.
“Ada 12 pendekatan etik memperkuat Good Governance yakni tidam mementingkan diri sendiri, integritas, objektif, tanggung jawab, terbuka, kejujuran, kepemimpinan baik, dedikasi, terpercaya, taat hukum, cara-cara baik, dan dasar kebajikan,” bebernya.
“Namun dari semua itu yang harus dimiliki adalah etika menjadi sesuatu yang terdepan dan merupakan standar kebaikan di ruang publik,” pungkasnya.
Profil Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu
Data dari Dewan Pers, Ninik Rahayu merupakan anggota Dewan Pers periode 2022-2025 dari unsur masyarakat.
Selain itu, Ninik juga menjabat sebagai Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers di Dewan Pers. Ninik Rahayu juga merupakan dosen fakultas hukum di perguruan tinggi dan diklat pendidikan hukum kantor dan lembaga sejak 1987-sekarang.
Nine Rahayu merupakan anak dari pasangan alm. H. Maksum Djamhari dan alm. Hj. Zaitun juga pernah menjabat sebagai Komisioner Komnas Perempuan pada Periode 2006-2009 dan 2010-2014.
Kemudian sebagai Anggota Ombudsman RI pada Periode 2016-2021 dan Tenaga Profesional Lemhannas RI sejak 2020 serta sebagai Direktur JalaStoria sebuah Perkumpulan yang memiliki visi mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Inklusif dan Aktif dalam Upaya Penghapusan Diskriminasi.
Ninik Rahayu juga dikenal sebagai penulis buku, melalui karya tulisnya yang berjudul ‘Politik Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual di Indonesia’. Dia juga dikenal menjadi salah satu diantara 8 penulis buku yang berjudul ‘Menjadi Feminis Perempuan’.
Ninik Rahayu yang pernah menjabat sebagai anggota Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Aisyiyah ini, merupakan sosok yang peduli dan vokal terhadap kekerasan perempuan.
Ninik Rahayu juga dikenal sebagai activis perempuan. Ia juga merupakan penulis dari buku ‘Politik Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual di Indonesia’. Buku ini meruoakan bentuk kegelisahannya atas maraknya kasus kekerasan seksual, serta penanganannya yang belum maksimal atau membuahkan hasil.