Scroll untuk baca artikel
Banten RayaBeritaEditor's Pick

Aturan Pelaksanaan Anggaran Iklan Di Banten Tidak Lengkap

281
×

Aturan Pelaksanaan Anggaran Iklan Di Banten Tidak Lengkap

Sebarkan artikel ini

Ngobrolin Komunikasi dan Media dengan Sekretariat DPRD Banten

Ruang Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik dan Persandian (Diskominfo SP) Provinsi Banten. (Foto : Daeng Yusvin)
Ruang Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik dan Persandian (Diskominfo SP) Provinsi Banten. (Foto : Daeng Yusvin)

Triberita.com, Serang Banten – Usai ngobrol dengan Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik dan Persandian (Diskominfo SP) Provinsi Banten, daku ngobrol dengan Sekretariat (DPRD) Banten. Masih tentang Komunikasi dan Media, trus lanjut soal anggaran Iklan dan Advertorial.

Sebelumnya daku minta maaf, status dengan Diskominfo SP ditakedown. Karena dijadikan bahan ngacaprak oleh salah satu Lembaga ke Diskominfo SP. Kalau kata salah satu auditor, “Padahal Lembaganya, itu-itu aja,”.

Akibat lain, Narasumber di Sekretariat (DPRD) Banten juga terpaksa tidak ditulis. Menghindari dicaprakin (baca: diocehin) oleh Lembaga itu-itu aja.

Menurut sang pejabat, jumlah media yang sudah didata Sekretariat itu sekitar 600 media online. Anggaran iklan dan advertorial di (DPRD) Banten lumayan cukup untuk membangun hubungan baik. Sekitar Rp.6-8 milyaran setahun.

Dari obrolan terangkum kendala sebagai berikut:

  1. Tujuan anggaran Iklan dan Advertorial hanya untuk mempublikasikan kegiatan-kegiatan atau pembangunan yang dilakukan oleh Pemprov Banten di Kerangka Acuan Kerja (KAK).

Akibat tujuan itu, seharus pengelola anggaran Iklan dan Belanja hanya berujuk pada viewer, lokasi viewer dan sebaran umur viewer serta profesi viewer. Faktanya, hal ini tidak bisa dilakukan.

Ada media online yang viewernya kecil. Tapi punya efek menggerakan aparat penegak hukum atau jadi pemicu aksi unjuk rasa. Paling tidak akan mengganggu waktu pejabat pengelola Iklan dan Advertorial dan atasannya.

Ada juga memang karena rasa kasihan atau simpati pengelola kepada media online yang baru didirikan oleh koleganya. Akhirnya, pelaksana anggaran iklan dan advertorial melenceng jauh dari tujuan.

  1. Kurangnya regulasi yang mengatur pelaksanaan kegiatan belanja Iklan dan Advertorial.

Pemprov Banten tidak punya standar persyaratan perusahaan media yang berhak dipasang Iklan dan Advertorial. Apakah itu perusahaan media yang terdaftar di Dewan Pers atau tidak? Terverikasi Dewan Pers atau tidak? Akta perusahaan media atau bukan? Berapa viewer minimal? dan sebagainya.

Akibatnya, semua media online merasa punya hak yang sama untuk mendapat bagian yang sama. Bahkan ada yang merasa harus mendapatkan bagian paling besar. Karena merasa paling populer atau paling hebat.

Dari 2 poin kendala itu, terangkum alternatif jalan keluarnya sebagai berikut:

  1. Tujuan Belanja Iklan dan Advertorial di (KAK) harus diperluas. Misalnya menjadi:
  2. Mempublikasikan kegiatan-kegiatan dan pembangunan yang dilakukan Pemprov Banten.
  3. Membantukan pemasaran (UMKM) berbentuk perusahaan media.
  4. Membangun hubungan baik dengan pelaku dunia pers.

Tentu saja ketiga tujuan ini mempunyai dasar dan harga/tarif iklan yang berbeda. Tarif untuk huruf a, tentu lebih tinggi dari tarif huruf b. Dan huruf b lebih tinggi dari huruf c.

Persyaratan di huruf a, tentu berbasiskan viewer. Baik itu jumlah, lokasi, sebaran umur dan sebaran profesi. Serta kesesuaian dengan peraturan Dewan Pers soal perusahaan media.

Sedangkan untuk huruf b, bisa dilihat dari modal bersih dan/atau omzet perusahaan media. Tentu jumlah bantuan pemasarannya tidak boleh lebih besar dari huruf a.

Sedangkan huruf c digunakan untuk mencover kawan-kawan wartawan yang administrasi perusahaannya tidak lengkap. Sehingga tidak dapat melakukan transaksi dengan pemerintah.

Bahkan huruf c juga dapat dikembangkan untuk menyewa influencer. Nitizen yang cuitan di media sosialnya banyak dibaca orang.

Di luar obrolan itu, Pemprov Banten memang tidak mempunyai unit khusus yang menangani media. Beda dengan (LSM) dan Ormas yang pendataannya ditangani Kesbangpol. Akibatnya tidak ada satu data bersama tentang media.

Wajar jika muncul angka yang berbeda-beda tentang jumlah media di Banten. Diskominfo SP bilang 1.000-an, Sekretariat (DPRD) bilang 600-an. (PUPR) pasti lain lagi. Bahkan Pokja wartawan, (PWI), (IJTV) dan organisasi wartawan lainnya juga akan mengeluarkan angka yang berbeda-beda.

Akhirnya, muncul kesimpulan akan kebutuhan unit khusus yang tugasnya mendata dan merating media online. Hasilnya daftar rating per 6 bulan. Berdasarkan rating ini, distribusi anggaran iklan dan advertorial lebih dapat dipertanggung-jawabkan.

Seperti disampaikan salah seorang wartawan, “Saya tidak minta iklan sama besarnya dengan radar banten (grup jawa pos). Saya sadar media saya ratingnya di bawah radar. Tapi saya juga punya hak atas anggaran iklan. Walau pun tidak sebesar radar, saya juga berhak dapat”.

Reporter / Penulis: Daeng Yusvin

Editor: Riyan

Facebook Comments
Example 120x600