Triberita.com, Serang Banten – Sejarah Hari Pers Nasional (HPN), diperingati pada Sabtu, 9 Februari 2023, dan dirayakan dengan beragam rangkaian kegiatan HPN.
Masih banyak masyarakat yang kurang tahu sejarah Hari Pers Nasional atau disingkat HPN, hingga tanggal berapa peringatan Hari Pers Nasional itu sendiri.
Diartikel ini akan membahas sejarah Hari Pers Nasional, tanggal, Lokasi hingga susunan kegiatan HPN yang akan diselenggarkan di Medan, Sumatera Barat.
Adanya Sejarah Hari Pers Nasional rupanya tidak lepas dari peran wartawan sebagai aktivis dalam pemberitahuan yang membangkitkan kesadaran nasional masyarakat.
Hari Pers Nasional memang sudah diinisiasikan sejak tahun 1946, namun rupanya baru diresmikan oleh pemerintah di era Orde Baru yakni di tahun 1985.
Hal ini merupakan sebuah terobosan baru karena di tahun sebelumnya, sejak 1952 sampai 1965, pemerintah telah melakukan tindakan anti pers sebanyak 561 kali menurut catatan Edward C Smith.
Penetapan ini terjadi ketika para wartawan ingin mengukuhkan hari bersejarah bagi pers di era Pemerintahan Soeharto. PWI adalah satu-satunya organisasi pers yang diperbolehkan eksis pada masa Orde Baru.
Gagasan soal Hari Pers Nasional muncul pada Kongres ke-16 PWI di Padang, Sumatera Barat, tahun 1978. Salah satu keputusan kongres saat itu adalah mengusulkan agar pemerintah menetapkan tanggal 9 Februari yang merupakan hari lahir PWI, sebagai HPN.
Hari Pers Nasional diperingati pada tanggal 9 Februari setiap tahunnya dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (HUT PWI). HPN ditetapkan berdasarkan Keppres No.5 tahun 1985 oleh Presiden Soeharto.
Hari Pers Nasional memiliki sejarah yang erat hubunganya dengan Sejarah Pers Nasional, yakni dengan berdirinya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Sejarah Hari Pers Nasional Diperingati tanggal 9 Februari
Peringatan HPN pertama kali resmi diselenggarkaan pada 9 Februari 1985. Lokasi peringatan HPN tersebut, diselenggarakan di Gedung Utama Pekan Raya Jakarta.
Gagasan mengenai Hari Pers Nasional muncul pada Kongres ke-16 PWI di Padang, Sumatera Barat, tahun 1978. Salah satu keputusan kongres saat itu, adalah mengusulkan agar pemerintah menetapkan tanggal 9 Februari yang merupakan hari lahir PWI, sebagai HPN.
Namun, usulan tersebut tak langsung disetujui pemerintah yang kala itu dipimpin oleh Presiden Soeharto. Meski begitu, Hari Pers Nasional diperingati pertama kali pada ulang tahun ke-35 PWI tahun 1981.
Peringatan tersebut diputuskan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, bersamaan dengan konferensi Kerja PWI.
Lalu, dalam sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung tanggal 19 Februari 1981, usulan penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN disetujui, untuk kemudian disampaikann kepada pemerintah.
Hingga pada tanggal 9 Februariz Presiden Soeharto menyutujui sebagai Hari Pers Nasional. Penetapan HPN diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 5 tahun 1985.
Pada tanggal 23 Januari 1985, Presiden Soeharto menandatangani penetapan Hari Pers Nasional tersebut. Berdasarkan penetapan tersebut, bahwa pers nasional memiliki peran penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.
Perdebatan penetapan HPN
Meski sudah diperingati setiap tahunnya sejak 1985, penetapan HPN pada tanggal 9 Februari masih terus menjadi perdebatan.
Penetapan HPN yang diambil dari hari lahir PWI dianggap tidak mewadahi suara organisasi wartawan lain yang memiliki visi berbeda. Berbagai organisasi pers kerap melontarkan kritik terkait hal ini.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), yang lahir di akhir kepemimpinan Soeharto, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menjadi organisasi pers yang kerap mempersoalkan relevansi penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN.
AJI sendiri berdiri tahun 1994 atas gagasan sejumlah wartawan yang menginginkan independensi pers. Usai Orde Baru runtuh tahun 1998, mulai bermunculan organisasi-organisasi pers baru, termasuk IJTI.
Beberapa kalangan mempersoalkan penetapan hari PWI sebagai HPN karena PWI bukanlah satu-satunya organisasi wartawan yang ada di Indonesia.
Namun, usulan tersebut tak langsung disetujui pemerintah yang kala itu dipimpin oleh Presiden Soeharto. Meski begitu, Hari Pers Nasional diperingati pertama kali pada ulang tahun ke-35 PWI tahun 1981.
Peringatan tersebut dipusatkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, bersamaan dengan Konferensi Kerja PWI.
Lalu, dalam sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung tanggal 19 Februari 1981, usulan penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN disetujui untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah.
Baru setelah tujuh tahun diusulkan, Presiden Soeharto menyetujui penetapan tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional. Penetapan HPN diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 5 tahun 1985.
Dalam Keppres tersebut disebutkan sejumlah alasan penetapan HPN, termasuk demi mengembangkan kehidupan pers nasional Indonesia sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila.
Selain itu, sejarah perjuangan pers nasional Indonesia dan peranan pentingnya dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila juga disebutkan dalam Keppres 5/1985.
Di dalam Keppres itu juga ditegaskan pemilihan tanggal 9 Februari sebagai HPN didasarkan atas tanggal pembentukan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia tahun 1946, yang pada orde baru merupakan satu-satunya organisasi profesi wartawan yang diakui pemerintah.
“Wartawan Indonesia adalah kekuatan perjuangan yang bahu-membahu dengan kekuatan perjuangan lainnya berjuang untuk mempertahankan Republik Proklamasi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” kata Presiden Soeharto dalam sambutannya pada Peringatan HPN Pertama, 9 Februari 1985.
“Sebagai bagian dari kekuatan bangsa, pers nasional pun timbul dan tenggelam bersama-sama sejarah bangsanya,” tambah dia.
Soeharto juga mengatakan, tugas pers adalah mengungkapkan kebenaran. Ia menyebut pers sebagai obor penerangan.
Tak hanya itu, Soeharto sekaligus menegaskan fungsi pers yang menurutnya merupakan penyalur informasi yang obyektif, melakukan kontrol sosial yang konstruktif, menyalurkan aspirasi rakyat, dan meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
“Pers nasional dalam zaman pembangunan ini tidak saja merupakan cermin pasif dari keadaan masyarakat Indonesia, tidak cukup hanya memberikan informasi melalui berita-berita objektif. Tetapi, pers nasional sebagai kekuatan perjuangan bangsa harus dapat menjadikan dirinya sebagai kekuatan pembaharuan,” papar Soeharto saat itu.
Perdebatan penetapan HPN
Meski sudah diperingati setiap tahunnya sejak 1985, penetapan HPN pada tanggal 9 Februari masih terus menjadi perdebatan.
Penetapan HPN yang diambil dari hari lahir PWI dianggap tidak mewadahi suara organisasi wartawan lain yang memiliki visi berbeda. Berbagai organisasi pers kerap melontarkan kritik terkait hal ini.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), yang lahir di akhir kepemimpinan Soeharto, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menjadi organisasi pers yang kerap mempersoalkan relevansi penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN.
AJI sendiri berdiri tahun 1994 atas gagasan sejumlah wartawan yang menginginkan independensi pers. Usai Orde Baru runtuh tahun 1998, mulai bermunculan organisasi-organisasi pers baru, termasuk IJTI.
Beberapa kalangan mempersoalkan penetapan hari PWI sebagai HPN karena PWI bukanlah satu-satunya organisasi wartawan yang ada di Indonesia.
Dilansir dari Kompas.id, pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, pernah ada Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang berdiri tahun 1914 di Surakarta.
Kemudian ada juga Sarekat Journalist Asia yang tahun tahun 1925, Perkumpulan Kaoem Journalist pada 1931, dan Persatoean Djurnalis Indonesia yang dideklarasikan tahun 1940. PWI baru berdiri 6 bulan usai Indonesia merdeka, tepatnya 9 Februari 1946.
AJI dan IJTI beberapa kali mengadakan seminar khusus untuk mencari tanggal HPN. Beberapa pembicara dihadirkan, mulai dari sejarawan, peneliti, hingga sejumlah tokoh pers.
Dalam salah satu seminar itu, sempat muncul usulan adanya penetapan Hari Jurnalis Indonesia di samping HPN. Hari Jurnalis Indonesia diusulkan diperingati sesuai tanggal meninggalnya tokoh Pers Indonesia, Tirto Adhi Soerjo yaitu pada 7 Desember.
Seperti diketahui, Tirto meninggal dunia pada 7 Desember 1981. Ia merupakan salah satu tokoh kebangkitan nasional Indonesia, dan dikenal sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan Indonesia.
Tirto menerbitkan surat kabar Medan Prijaji, Suluh Keadilan, dan Putri Hindia. Di tangan Tirto, pers menjadi wahana untuk melatih rakyat jelata membela hak-haknya di hadapan penguasa.
Usulan lain sempat disampaikan AJI dan IJTI. Kedua organisasi wartawan tersebut pernah mengusulkan agar tanggal HPN diperingati setiap tanggal 23 September untuk mengenang momen kebangkitan pers nasional lewat disahkannya Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Tahun 2018, Dewan Pers kemudian menggelar diskusi untuk memfasilitasi persoalan ini. Namun, sejumlah perwakilan PWI daerah menolak perubahan tanggal HPN dan mendesak Dewan Pers menghormati keputusan Presiden Soeharto.
Peringatan HPN hingga tahun 2022 pun masih tetap sama, yaitu pada tanggal 9 Februari. Tahun ini, peringatan Hari Pers Nasional 2023 berlangsung di Medan, Sumatera Utara, dan acara puncaknya akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.
Susunan Kegiatan Hari Pers Nasional 2023 di Medan, Sumatra Utara.
– Pembukaan Pameran Pers dan Metaverse
– Seminar Seruan Pers Dari Sumatra Utara: Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat.
– Seminar Anugerah Jurnalistik Adinegoro
– Seminar internasional Disrupsi Digital dan Tata Ulang Ekosistem Media yang Berkelanjutan
– Seminar Menyusuri Jejak Sumatra sebagai Pelopor Pers Perempuan di Indonesia.
8 Februari 2023
– Bakti Sosial oleh Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Pusat
– Seminar Dana Bagi Hasil Perkebunan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Daerah.
– Seminar Olahraga Strategi Sumut dan Aceh Meningkatkan Prestasi Olahraga dan Kebangkitan Ekonomi Daerah
– Rakernas SIWO
– Seminar Internasional dengan tema Trade, Tourism, dan Investment Forum for North Sumatra
9 Februari 2023
– Acara Puncak HPN 2023
10 Februari 2023
– Tour Danau Toba (9-10 Februari 2023)
Reporter/Penulis : Daeng Yusvin
Editor : Khari Riyan Jaya