Triberita.com | Pandeglang Banten – Lebih dari 2.000 orang di Kabupaten Pandeglang Banten tercatat mengalami gangguan jiwa. Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten mencatat, ribuan orang itu mengalami gangguan jiwa disebabkan antara lain karena putus cinta dan kesulitan ekonomi.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2) pada Dinkes Pandeglang Dian Handayani, mengungkapkan, angka tersebut mengalami peningkatan mulai dari awal Januari hingga 2 November 2023. Saat ini, kata Dian, jumlahnya mencapai 2.082 warga yang mengalami gangguan jiwa.
Dian menjelaskan, dari jumlah tersebut, sebanyak 2.001 orang menderita skizofrenia atau gangguan mental berat yang dapat memengaruhi tingkah laku, emosi, dan komunikasi. Sementara 81 orang lainnya mengalami psikosis akut yaitu kondisi yang menyebabkan penderitanya sulit membedakan kenyataan dan imajinasi.
“Ada yang namanya skizofrenia, yaitu totalnya 2.001 orang, kan ODGJ itu terbagi 2 jenis gangguan kejiwaan dan untuk psikosis akut ada 81 orang, jadi totalnya ada 2.082 orang tahun 2023 ini,”ujar Dian, Jumat (3/11/2023).
Menurut Dian, faktor-faktor pemicu orang dengan gangguan jiwa ODGJ, antara lain meliputi putus cinta, masalah ekonomi, serta faktor keturunan. Kelompok usia yang paling rentan terkena gangguan jiwa ini adalah antara 18 hingga 50 tahun.
“Ya kalau pemicunya macam-macam, bisa juga dari keturunan, kemudian penyebabnya depresi hubungan cinta atau pun masalah ekonomi, bahkan masalah-masalah lain,”katanya.
Ia menyampaikan, penanganan ODGJ yang lebih berat melibatkan terapi dan perawatan khusus di puskesmas maupun di RSUD dengan konsultasi spesialis dokter jiwa, yang memberikan obat dan terapi sesuai kebutuhan.
“Kalau ODGJ berat sudah kita obati di puskesmas, kita ada petugas pengelolaan program kesehatan jiwanya di puskesmas, nanti biasanya kita konsultasi dengan spesialis dokter jiwa untuk diberikan obat atau terapi yang diberikan,”terangnya.
Dian menekankan, pentingnya dukungan dari keluarga dan masyarakat bagi individu yang mengalami depresi atau ODGJ.
Seringkali, mereka menghadapi stigmatisasi dan perlakuan kurang baik, sehingga dukungan positif dan perawatan teratur, sangat penting dalam perjalanan pemulihan mereka.
“Biasanya orang gangguan jiwa itu dikucilkan, bahkan dipasung. Sebetulnya mereka itu butuh dukungan, support, dan upayakan harus berobat ke dokter secara teratur. Kalau obat itu kan harus dikonsumsi seumur hidup. Justru orang yang sehat harus memberikan dukungan,”jelasnya.
Sementara itu, menurut riset, berbagai potensi kondisi psikologis dan gangguan mental pada manusia, memang mulai menunjukkan gejalanya pada usia kritis remaja atau dewasa muda.
Dengan populasi kelompok usia 10-19 tahun yang mencapai 44,5 juta jiwa, Indonesia harus mulai melakukan investasi di bidang kesehatan mental remaja.
Menurut penelitian peneliti psikologi Terri Barrera dan Peter Norton dari University of Houston di AS, orang-orang yang menderita fobia sosial atau gangguan kecemasan menyeluruh cenderung memiliki kualitas hidup – dari kepercayaan diri, kepuasan finansial, hingga kehidupan asmara – yang lebih buruk dibandingkan orang-orang tanpa kondisi ini.