Triberita.com | Serang Banten – Diduga ada kaitannya dengan kasus dugaan korupsi proyek jalan jembatan untuk akses Pelabuhan Warnasari, Kota Cilegon tahun 2021 senilai Rp48,4 miliar, mantan petinggi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Cilegon, Provinsi Banten, diamankan oleh Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Banten.
Informasi yang diperoleh, mantan petinggi BUMD Kota Cilegon tersebut, adalah Akmal Firmansyah. Ia merupakan mantan Direktur Operasional PT Pelabuhan Cilegon Mandiri atau PCM.
Akmal diamankan petugas kepolisian terkait kasus dugaan korupsi proyek jalan jembatan untuk akses Pelabuhan Warnasari, Kota Cilegon tahun 2021 senilai Rp48,4 miliar.
Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Banten AKBP Ade Papa Rihi, membenarkan adanya informasi tersebut. “Iya benar, tapi rilisnya nanti,”ujar Ade, Minggu (21/1/2024).
Ade mengatakan, Akmal diamankan terkait pengembangan kasus proyek jalan jembatan untuk akses Pelabuhan Warnasari, Kota Cilegon tahun 2021 senilai Rp48,4 miliar.
Dalam kasus tersebut, penyidik sebelumnya telah menetapkan dua orang tersangka, yakni pengusaha bernama Sugiman dan Abu Bakar Rasyid selaku direktur PT Arkindo.
Saat ini, Sugiman dan Abu Bakar Rasyid, sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Serang.
“Pengembangan dari Sugiman,” kata Ade.
Berdasarkan dakwaan yang dibacakan JPU Kejati Banten Subardi, di Pengadilan Tipikor Serang, pada Kamis (23/11/2023) lalu, Akmal disebut menerima uang dari perkara tersebut.
Akmal menerima uang sebesar Rp 500 juta bersama dua orang direksi PT PCM, saat itu.
“Direksi PT PCM Arief Rivai (almarhum), Budi Mulyadi, Akmal Firmansyah sebanyak Rp500 juta,”kata Subardi.
Selain menikmati bagian uang Rp 500 juta, Akmal juga menerima uang sebesar Rp 300 juta. Mantan Kepala Dinas Tata Kota Cilegon itu, total menerima Rp 300 juta lebih.
“Akmal Firmansyah sebanyak Rp300 juta (menerima-red),” katanya di hadapan majelis hakim yang diketuai Mochamad Arief Adikusumo.
Subardi menjelaskan, selain mantan tiga direksi PT PCM, terdapat pihak-pihak yang menikmati uang dari Badan Usaha Milik Pemkot Cilegon tersebut. Mereka, Direktur PT Arkindo, Abu Bakar Rasyid, Sugiman dan Direktur PT Marina Cipta Pratama, Mohammad Kamaruddin.
“Direktur PT Arkindo sebanyak Rp 427 juta, Sugiman sebanyak Rp 5,6 miliar, Mohammad Kamaruddin selaku direktur PT Marina Cipta Pratama Rp427 juta,” ujarnya.
Subardi menjelaskan, kasus dugaan korupsi tersebut berawal pada 30 Desember 2020 lalu. Ketika itu, PT PCM mengajukan anggaran perusahaan yang salah satunya proyek jalan jembatan untuk akses Pelabuhan Warnasari.
Rencana anggaran untuk tahun 2021 tersebut disetujui dan ditandatangani oleh Wali Kota Cilegon ketika itu, Edi Ariadi.
“Anggaran perusahaan PT PCM tahun 2021 yang disahkan Walikota Cilegon Edi Ariadi terdapat kegiatan pekerjaan pembangunan akses Pelabuhan Warnasari,” katanya.
Anggaran untuk proyek tersebut mencapai Rp 49,3 miliar. Namun, jumlah anggaran yang dialokasikan Rp 49 miliar lebih, itu berkurang menjadi 48,4 miliaran.
Hal tersebut terungkap dari dokumen kontrak tertanggal 20 Januari 2021 dengan Nomor: 003/HK-PCMII/2021 tentang pekerjaan pembangunan konstruksi terintegrasi rancang dan bangun akses Pelabuhan Warnasari tahun 2021.
Adapun Dokumen kontrak itu, ditandatangani oleh Arief Rivai Madawi dan Abu Bakar Rasyid.
“Yang ditandatangani oleh terdakwa lr H Tubagus Abu Bakar Rasyid selaku Direktur Utama PT Arkindo, dan Arif Rivai selaku Direktur Utama PT PCM,” ujarnya.
JPU Kejari Cilegon, Achmad Afriansyah, mengatakan, proyek tersebut berdasarkan surat perintah mulai kerja, dikerjakan selama 365 kalender. Namun nyatanya proyek tersebut tidak dapat dilaksanakan sampai saat ini.
“Bahwa sampai dengan habisnya jangka waktu kontrak, pekerjaan pembangunan konstruksi terintegrasi rancang bangun akses pelabuhan Warnasari tahun 2021 di PT PCM, tidak dapat dilaksanakan,” katanya.
Achmad mengungkapkan, proyek tersebut tidak dilaksanakan karena lahan yang dipakai bukan milik PT PCM, melainkan milik PT Krakatau Daya Listrik. Anak perusahaan dari PT Krakatau Steel (KS) itu sendiri, tidak memberikan izin sehingga proyek itu tidak terlaksana.
Meski tidak jadi dilaksanakan, uang muka proyek tersebut senilai Rp 7 miliar lebih sudah dikucurkan PT PCM. Uang miliaran rupiah tersebut kini menjadi kerugian keuangan negara karena tidak dikembalikan.
“Diperoleh hasil penghitungan kerugian keuangan negara sebagaimana laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara, yaitu Rp7.001.544.764,”jelasnya.
Perbuatan kedua terdakwa tersebut oleh JPU diganjar dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat ke-1 KUH Pidana.