Triberita.com, Serang Banten – Indonesia mulai menuju gerbang pesta demokrasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan digelar pada 2024 mendatang. Sederet survei elektabilitas sejumlah sosok bakal calon presiden (Capres) disebut-sebut bakal bertarung dalam pemilihan presiden mendatang.
Pembahasan soal sosok yang dinilai cocok dan ideal bagi masing-masing capres santer terdengar di telinga publik. Sejumlah nama bermunculan dan disebut-sebut cocok jadi calon wakil presiden (Cawapres) yang akan mendampingi capres tertentu.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Komunitas Banteng Asli Nusantara (Kombatan) Budi Mulyawan, mengingatkan PDI Perjuangan agar tidak lenga menghadapi suksesi Pemilu 2024. Khususnya, dalam menyikapi dinamika politik bakal calon presiden antara Prabowo dan Anies Baswedan.
Budi Mulyawan juga mengritisi PDI Perjuangan untuk tidak larut “berbusung dada” sebagai partai politik dua kali pemenang Pemilu. Apalagi, kata dia, sampai terlena sebagai satu-satunya partai politik yang memenuhi syarat presidential threshold.
“Harus diingat, Pemilu 2024 akan jadi tonggak sejarah yang bakal menentukan arah era reformasi politik Indonesia ke depan, pasca 32 tahun dalam kekuasaan Soeharto,” kata, Budi Mulyawan yang akrab dipanggil Cepi, yang juga pelaku sejarah 27 Juli 1996 (Kudatuli), merupakan cikal bakal era Reformasi 1998. Pada Kamis (27/7/ 2023).
“PDI Perjuangan sebagai partai pendobrak era reformasi, sepatutnya lebih super waspada menghadapi suksesi Pemilu 2024,” tegas, Cepi dalam keterangannya.
DPN Kombatan, kata Cepi, mencermati selama dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi sebagai kader PDI Perjuangan mampu membawa Indonesia dari negara berpredikat berkembang menjadi negara maju.
Sehingga, lanjut dia, ada saja negara yang tidak suka dan merasa perekonomiannya terancam. Contohnya, serangan gencar politik hukum internasional merespon kebijakan politik ekonomi gobal Jokowi yang menyetop ekspor mentah komoditas-komoditas mineral Indonesia.
“Peta Pilpres dalam Pemilu sudah jadi rahasia umum tidak terlepas dari peta politik global. Jadi, yang harus diwaspadai PDI Perjuangan, yaitu kemungkinan ada kekuatan global mendorong terjadinya manuver menduetkan Prabowo dengan Anies Baswedan untuk berpasangan dalam Pilpres mendatang,” ungkap, Cepi.
Kemungkinan tersebut dapat terjadi, lanjut Cepi, juga bisa sulit dihindari. Apalagi, peta politik Pilpres ada cela terjadinya manuver itu.
Cepi mencermati perkembangan koalisi Gerindra-PKB, Meski berjalan 11 bulan, namun pihak Prabowo sebagai Capres masih belum memastikan apakah Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) jadi atau tidak menjadi Cawapres-nya.
“Curhat Cak Imim saat Harlah PKB ke-25 menyiratkan sebelas bulan PKB berkoalisi dengan Gerindra, namun status Cak Imin masih tidak pasti, jangan dipandang hanya sekadar joke politik,” tutur, Cepi, memperingatkan.
Cepi mengatakan, sangat wajar kalau ada yang khawatir nasib kelangsungan koalisi PKB – Gerindra berujung merugikan dan mengecewakan PKB dan Cak Imin. Apalagi, saat “enjury time” pendaftaran pasangan Capres 2024 pada Oktober mendatang, ternyata Prabowo terpengaruh manuver yang mendorong untuk daftar Capres berpasangan dengan Anies Baswedan.
Peluang Prabowo berpasangan dengan Anies, lanjut Cepi, sangat mungkin dan saling menguntungkan kedua pihak. Gerindra memiliki kursi DPR (hasil Pemilu 2019) 13,57% jika ditambah kursi DPR yang dimiliki Nasdem 10,26% sudah memenuhi syarat presidential threshold, yakni sekurang-kurangnya 15%.
Begitu pula syarat perolehan suara nasional sekurang-kurangnya 20%. Gerindra 12,57% suara nasional dan Nasdem 9,05%.
“Dengan meninggalkan PKB, maka Gerindra mengandeng Nasdem sebagai partai pengusung Anies sudah cukup syarat maju Pilpres. Apalagi, PKS dan Demokrat ikut gabung,” kata, Cepi.
Lagi-lagi Cepi memperingatkan, jika Prabowo sampai berpasangan dengan Anies dipastikan akan menjadi ancaman serius bagi Ganjar Pranowo sebagai Capres kader PDI Perjuangan. Terkecuali, kata dia, figur yang menjadi pasangan Ganjar berpotensi memiliki elektoral melebihi potensi Anies.
Cepi menilai bagi Anies dan Nasdem lebih beruntung menerima jadi Cawapresnya Prabowo ketimbang memaksakan ikut maju kontestasi sebagai Capres. Mengingat, perkembangan politik menghadapi Ganjar dan Prabowo sangat besar peluangnya untuk kalah.
“Jadi, PDI Perjuangan harus benar-benar disiplin waspada. Jangan sampai sejarah kekecewaan Bu Megawati saat jadi presiden menghadapi strategi brutus politik ala menteri kabinetnya, Susilo Bambang Yudhoyono terulang di Pilpres 2024,” kata, kader PDI Perjuangan sejak masih bernama PDI.
DPN Kombatan, kata Cepi, meyakini Pemilu 2024 menjadi tonggak suksesi periodisasi regenerasi politik kekuasaan di Tanah Air dalam rentang waktu berkisar 20 tahun sekali.
Karena itu, lanjut dia, Pilpres 2024 menjadi tantangan besar PDI Perjuangan untuk bisa tetap mengendalikan Indonesia demi mewujudkan kemandirian dan kedaulatan negara menghadapi tantangan global sebagaimana dicita-citakan Proklamator Soekarno.
Sejarah politik nasional membuktikan estafetnya suksesi regenerasi itu ditandai mulai embrio hingga manifesto politik kekuasaan seperti era Kebangkitan Nasional Tahun 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi RI 1945, Tragedi PKI 1965, Malari 1986, era Reformasi 1998 hingga tragedi politik Presiden Gus Dur dilengserkan MPR RI Tahun 2001. Kemudian, Pemilu 2024 mendatang.
“Karena Pemilu 2024 merupakan momentum suksesi regenerasi politik kekuasaan di Tanah Air, jadi PDI Perjuangan harus tangguh menghadapi dinamika politik domestik maupun global,” pungkas, Cepi.