Triberita.com | Kabupaten Bekasi – PT Mandiri Utama Finansial (MUF) dilaporkan ke Polres Metro Bekasi, Jumat (9/8/2024). Perusahaan ini diduga memerintahkan debt kolektor melakukan pengambilan paksa 1 unit kendaraan roda empat (mobil) Pajero, yang diduga ada unsur kekerasan dan kontak fisik.
Peristiwa terjadi di Pom Bensin Sempu Pasir Gombong, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, pada hari Jumat 26 juli 2024 sekitar pukul 14.25 WIB.
Kemudian korban yang menerima kekerasan berinisial AY didampingi Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Barabake Nasional Indonesia (KYPKBNI), Arjuna, melaporkan PT MUF ke pihak kepolisian. Selain itu pihaknya juga sudah melayangkan surat ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kedatangan kami ke kantor Polres Metro Bekasi kali ini adalah melaporkan atas tindakan debt kolektor yang terjadi di pom bensin Pasir Gombong pada tanggal 26 Juli tahun 2024, yang mengatasnamakan PT MUF (Mandiri Utama Finance) dengan nomor surat LP/B/2764/VIII/2024/SPKT/ POLRES METRO BEKASI/ POLDA METRO JAYA pada tanggal 9 Agustus 2024 pukul 15.06,” ucap AY kepada awak media di Polres Metro Bekasi, Jumat (9/8/2024).
AY berharap pihak kepolisian bisa segera memproses secepatnya atas apa yang menimpa dirinya. Perbuatan para dept kolektor merampas kendaraan di jalan dengan kekerasan, menurut dia, sudah kelewatan.
“Jujur kami berharap para stake holder terkait, harus menindaklanjuti khususnya penegak hukum karena ini sebagai kejadian yang fenomenal meresahkan masyakat kabupaten bekasi,” ucapnya.
Di kesempatan itu, AY juga menceritakan awal kejadian yang menimpa dirinya.
Hari Jumat 26 Juli 2024 sekira pukul 14.25 wib, saat itu korban AY sedang berada di Pom bensin Sempu Pasir Gombong Cikarang Utara, mengendarai Mobil Pajero. Kemudian ada segerombolan orang yang tak dikenal mengetuk kaca jendela mobil korban.
“Tanpa basa basi orang itu meminta saya turun dari mobil dengan cara menggedor-gedor pintu mobil dan mereka memperkenalkan diri kalau mereka dari PT Mandiri Utama Finance. Lalu beberapa orang debt kolektor tersebut memaksa masuk ke mobil, dan menguasai mobil,” beber AY.
AY melanjutkan, dirinya tak kuasa lagi mempertahankan kendaraannya, karena jumlah mereka belasan orang. Setelah itu dirinya dibantu warga sekitar pergi meninggalkan kerumunan dengan menaiki motor warga.
Namun itu belum selesai. Kata AY, saat dirinya sedang berjalan menjauhi rombongan yang mengaku dept kolektor tersebut, tiba tiba tiga orang dari mereka menarik dan mengangkat tubuh AY lalu melempar korban kedalam mobil untuk dibawa pergi.
Di dalam mobil pun korban masih diintimidasi dan Hp korban dibanting oleh mereka yang marah karena korban berusaha merekam kata- kata perlakuan dan intimidasi yang dialami korban di dalam mobil.
“Saat itu saya tidak tau, mau dibawa kemana, saya melihat kendaraan masuk Tol Cikarang Barat, dan terus menuju ke Jakarta. Dalam perjalan mereka selalu berkomunikasi dengan temannya yang mengikuiti dari belakang, akhirnya saya tiba di kantor MUF di kawasan Sumarecon Bekasi Barat,” tandasnya
Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Barabake Nasional Indonesia (YPKBNI), Arjuna menegaskan bahwa pihaknya juga sudah melaporkan PT MUF ke OJK perihal perilaku yang dilakukan oleh debt collector PT MUF yang merampas dan memaksa mengambil kendaraan yang dipegang oleh konsumen.
“Kami sudah melaporkan PT MUF ke OJK dengan nomor surat laporan pengaduan P240800933, dan tentunya saya berharap, pihak OJK dapat segera menindaklanjuti sebagaimana regulasi yang berada di negara Indonesia ini,” ungkap Arjuna.
Menurut dia, pihak OJK harus tegas dan dapat segera memberikan sanksi terhadap PT MUF, yang telah melakukan perampasan kendaraan di jalan dan diduga ada unsur kekerasan.
“Ini tentunya tidak dibenarkan, belasan dept kolektor yang mengaku dari PT MUF, telah merampas kendaraan dengan cara kekerasan,” ucapnya.
Arjuna menjelaskan, kinerja dept kolektor saat menagih konsumen sudah sangat meresahkan masyarakat. Tidak sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Sebenarnya dalam eksekusi jaminan objek fidusia harus melalui Pengadilan Negeri.
“Sudah jelas dalam Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021, Mahkamah telah jelas menguraikan mengenai prosedur penyerahan objek fidusia. Maka, kekhawatiran para pemohon mengenai akan timbulnya eksekusi secara sepihak atau penarikan semena-mena yang dilakukan oleh kreditur, tidak akan terjadi,” ungkapnya
Sebab, kata Arjuna, Mahkamah juga telah mempertimbangkan mengenai tata cara eksekusi jaminan fidusia yang diatur dalam ketentuan lain dalam UU 42/1999 agar disesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Putusan a quo berkenaan dengan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) tidaklah berdiri sendiri, karena ketentuan pasal-pasal lain dalam UU 42/1999 yang berkaitan dengan tata cara eksekusi harus pula mengikuti dan menyesuaikan dengan putusan a quo, termasuk ketentuan Pasal 30 UU 42/1999 beserta Penjelasannya.
“Dengan demikian, pihak kreditur tidak dapat melakukan eksekusi sendiri secara paksa,” pungkasnya.
Dalam hal ini, Mahkamah telah menegaskan kembali dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 bahwa kreditur harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
“Aturan sudah jelas jangan main rampas dan terkesan seperti preman, seharusnya saat melakukan penarikan kendaraan pihak dept kolektor bisa menunjukan surat penarikan yang sudah melakui proses persidangan, bukan main rampas di jalanan,” tandasnya.